Powered By Blogger

Rabu, 20 Oktober 2010

Menyusuri Jejak Timah


Penemuan timah pertama kali di Pulau Bangka memiliki beberapa versi. Setidaknya catatan yang ditulis oleh Heidhues mernyebutkan tiga versi penemuan, yakni pada tahun 1707, 1709, dan tahun 1711. Timah pada masa awal penemuan tersebut merupakan komoditas yang sangat mudah dilihat karena timah terdapat dimana-mana. Horsfield dalam Heidhues mengatakan bahwa timah dengan mudah terlihat ketika penduduk setempat melakukan pembakaran ladang-ladang untuk ditanami oleh penduduk setempat. Logam timah tampak meleleh ketika penduduk melakukan pembakaran. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa sebenarnya timah pada masa awal abad ke-17 merupakan sebuah komoditas yang mudah didapatkan. Hal ini menandakan betapa banyak kandungan timah yang ada di pulau ini. Apalagi masa penambangan timah yang berlangsung selama 4 abad lebih dan hingga kini masih banyak penambangan timah yang dilakukan di berbagai tempat oleh penduduk dan beberapa perusahaan besar. Orang yang dianggap memperkenalkan penambangan timah di Pulau Bangka adalah Orang-Orang Johor yang memiliki garis keturunan Cina yang beragam Islam dan juga merupakan kerabat Kesultanan Palembang. Abdulhayat dalam keluarga tersebut dan anak laki-lakinya yang bernama Wan Akub merupakan nama-nama yang banyak disebut dan dianggap merupakan orang-orang yang mempelopori penemuan timah di Mentok dan Pulau Bangka pada umumnya.
Heidhues menyebutkan bahwa pada masa masuknya Orang-Orang Johor tersebut, juga datang seorang Cina bernama Oen Asing (Boen Asiong) yang melakukan penambangan timah di Kampung Belo Mentok. Orang ini pula yang melakukan berbagai macam gerakan pembaruan dalam penambangan timah. Didatangkan pada masa itu pekerja dari Cina, memperkenalkan penambangan timah dengan penggunaan mesin, teknik perapian untuk membakar timah yang lebih efisien, dan melakukan standarisasi bentuk dan berat timah.
Pada masa ini pula penambangan timah di Bangka mengenal istilah kuli dan kongsi. Kuli dalam ejaan lama koeli berasal dari bahasa Tamil yang artinya orang yang disewa. Sedangkan kongsi berasal dari bahasa Hakka, yaitu kwung-sze yang artinya penanganan atas dasar usaha dan kepentingan bersama dengan tujuan mendapatkan keuntungan ekonomi bersama. Mulai diperkenalkan pula istilah tauke atau towkay yang artinya bos dan sinkeh yang artinya kuli Cina yang terikat pada tahun pertama dan bebas pada tahun kedua dan seterusnya. Oleh karena itu, dapat disimpulkan bahwa sejarah penambangan timah pada abad ke 17 dan setelahnya adalah sejarah penambangan timah yang dilakukan oleh orang-orang Cina. Impor pekerja Cina dalam jumlah besar-besaran menyebabkan penduduk Bangka hingga sekarang juga banyak diwarnai oleh kehidupan Orang-Orang Cina. Bisa dipastikan bahwa Orang-Orang Cina yang mula-mula datang untuk bekerja sebagai penambang pada akhirnya ikut memberikan andil dalam proses perkembangan kultural masyarakat lokal. Tidak mengherankan jika saat ini penduduk Cina di Pulau Bangka mencapai hampir 30 persen dari total jumlah penduduk propinsi ini.
Sebagai salah satu bukti bahwa masyarakat etnis Cina sudah ada sejak dulu, masyarakat etnis Cina dapat dijumpai di berbagai pelosok di daerah pulau ini. Sebutlah misalnya Mentok, Pangkalpinang, Toboali, Sungailiat, Belinyu, Koba, Sungiselan, Jebus, dan kampung-kampung lain yang secara geografis merupakan kawasan penambangan timah berpenduduk ramai.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar